RESUME BUKU METODOLOGI ISLAM
IDENTITAS BUKU
Judul Buku : METODOLOGI STUDI ISLAM
Penerbit : PT.RajaGrafindo Persada
Tahun Terbit : 2004
Kota Terbit : Jakarta
Cetakan : 2004
Pengarang :
Prof.DR.H.Abuddin nata.M
Jumlah Halaman : 204
halaman
PENDAHULUAN
Kehadiran
agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan
manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,
sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat
ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,
menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa
mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
Menurut Fazlur Rahman secara eksplisit dasar ajaran Alquran
adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan keadilan
sosial. Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah yang penuh
dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan dalam akhlak yang
mulia.
BAB
I
PENGERTIAN
DAN SUMBER AJARAN ISLAM
Sebagai
agama terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas dibandingkan
dengan agama-agama yang datang sebelumnya.
A.
Pengertian Agama Islam
Ada dua sisi
yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu sisi
kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang Islam ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Dari segi
kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dan kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian.
Senada
dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab,
terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata
itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa
dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat.
Dari
pengertian itu, kata Islam dekat arti kata agama yang berarti menguasai,
menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
B.
Sumber Ajaran Islam
Di kalangan
ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah Alquran
dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk
memahami Alquran dan Al-Sunnah .
1.
Alquran
Di kalangan
para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian Alquran
baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa
Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan
memakai kata hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah
(firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra
berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata
qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan
kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan.
Selanjutnya, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal Alquran
diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan suatu atas yang
lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling
bergabung dan berkaitan.
Manna’
al-Qathhthan, secara ringkas mengutip
pendapat para ulama pada umumnya yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan dinilai ibadah bagi yang
membacanya. Pengertian yang demikian senada dengan yang diberikan Al-Zarqani.
2.
Al-Sunnah
Kedudukan
Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan
ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para
sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti
hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut
bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut
ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan
dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah
(kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala
bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa
bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang
mengerjakannya.
Sebagai
sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada
intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan
dari adanya sebagian ayat Alquran :
1).
Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
2).
Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3).
Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4).
Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan
terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam
Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
BAB II
KEBUTUHAN MANUSIA
TERHADAP AGAMA
A. Latar Belakang Perlunya Manusia
Terhadap Agama
Sekurang-kurangnya
ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Keempat
alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Latar Belakang Fitrah Manusia
Dalam
bukunya yang berjudul Perspektif Manusia dan Agama, Murthada Muthahhari
mengatakan, bahwa di saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali as. menyebutkan
bahwa mereka diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah
diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya.
Perjanjian itu tidak tercatat di atas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah,
melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah
manusia, dan di atas permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan
batiniah.
ﻓﺄﻗﻢæﺟﻬﻚﻟﻠﺪﻳﻦﺣﻨﻴﻔﺎﻓﻄﺮﺓﺍﷲﻓﻄﺮﺍﻟﻨﺎﺱﻋﻠﻴﻬﺎ (ﺍﻟﺮﻭã٣٠)
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia sesuai dengan fitrah itu (QS. Al-Rum,
30:30).
Berdasarkan
informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan
makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan
petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa setiap anak yang
dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti
manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat
melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti historis dan
antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang kepadanya tidak
pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya
Tuhan, sungguh pun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya.
Sebagian
hipotesis mengatakan bahwa agama adalah produk rasa takut. Seperti rasa takut
manusia dari alam, dari gelegar suara guruh yang menggetarkan, dari luasnya
lautan, dan dari deburnya ombak yang menggulung serta gejala-gejala alamiah
lainnya. Sebagai akibat dari rasa takut ini, terlintaslah agama dalam benak
manusia. Lucterius, seorang filosof Yunani yang pendapatnya dikutip Murthada
Muthahhari mengatakan bahwa nenek moyang pertama para dewa adalah dewa
ketakutan. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa agama adalah produk kebodohan.
Sebagian orang percaya bahwa faktor yang mewujudkan agama adalah kebodohan
manusia, sebab manusia, sebab dengan wataknya selalu cenderung untuk mengetahui
sebab-sebab dan hukum-hukum yang berlaku atas alam ini serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.
BAB
III
KARAKTERISTIK
AJARAN ISLAM
Selama ini
kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam potret yang bagaimanakah yang
kita kenal itu, tampaknya masih merupakan suatu persoalan yang perlu
didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam potret yang
ditampilkan Iqbal dengan nuansa filosofis dan sufistiknya. Islam yang
ditampilkan Fazlur Rahman bernuansa historis dan filosofis. Demikian juga,
Islam yang ditampilkan pemikir-pemikir dari iran seperti Ali Syari’ati, Sayyed
Hussein Nasr, Murthada Munthahhari.
Pemikiran
para ilmuan Muslim dengan mempergunakan berbagai pendekatan tersebut di atas
kiranya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengenal karakteristik ajaran
Islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu dan lainnya, melainkan lebih
mencari sisi-sisi persamaannya untuk kemaslahatan umat umumnya dan untuk
keperluan studi Islam pada khususnya.
A. Dalam Bidang Agama
Melalui
karyanya berjudul Islam Doktrin dan Peradaban, Nurcholis Madjid banyak
berbicara karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama. Menurutnya, bahwa
dalam bidang agama Islam mengakui adanya pluralisme. Pluralisme menurut
Nurcholis Madjid adalah aturan Tuhan (Sunnah Allah) yang tidak akan berubah,
sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.
Karakteristik
agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan
dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur
kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.
B. Dalam Bidang Ibadah
Karakteristik
ajaran Islam selanjutnya dapat dikenal melalui konsepsinya dalam bidang ibadah.
Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt, karena didorong
dan dibangkitkan oleh akidah tauhid.
Visi Islam
tentang ibadah merupakan sifat, jiwa, dan misi ajaran Islam itu sendiri yang
sejalan dengan tugas penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya
diperintahkan agar beribadah kepada-Nya.
C. Bidang Akidah
Dalam Kitab Mu’jam
al-Falsafi, Jamil Shaliba mengartikan akidah menurut bahasa adalah
menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan
tersebut berbeda dengan terjemahan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi
ikatan yang mudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan.
Karakteristik
Islam yang dapat diketahui melalui bidang akidah ini adalah bahwa akidah Islam
bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya.
D. Bidang Ilmu dan Kebudayaan
Karakteristik
Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi
juga selektif. Islam adalah paradigma terbuka. Ia merupakan mata rantai
peradaban duni. Dalam sejarah kita melihat Islam mewarisi peradaban
Yunani-Romawi di Barat dan peradaban-peradaban Persia, Indi dan Cina di Timur.
Karakteristik
Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat
pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat
tersebut terdapat kata iqra’ yang diulang sebanyak dua kali. Kata
tersebut menurut A.Baiquni, selain berarti membaca dalam arti biasa, juga
berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan,
menganalisis dan penyimpulan secara induktif.
E. Bidang Pendidikan
Islam
memaandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang (education for all),
laki-laki atau perempuan dan berlangsung sepanjang hayat (long life
education).
F. Bidang Sosial
Ajaran Islam
dalam bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang
ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk
kesejahteraan manusia.
Menurut
penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang
menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah. Islam ternyata
banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual.
G. Dalam Bidang Kesehatan
Ajaran Islam
tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencegahan lebih diutamakan daripada
penyembuhan. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan banyak petunjuk
kitab suci dan sunnah Nabi Muhammad Saw. yang pada dasarnya mengerah pada upaya
pencegahan diantaranya. Surat Al-Baqarah , 2:222) yang artinya : Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang
membersihkan diri. Selain itu Surat Al-Mudatsir 74:4-5) yang artinya : Dan
bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkanlah segala macam kekotoran.
H. Dalam Bidang Politik
Dalam
Alquran Surat An-Nisa’ ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya
termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Islam menghendaki
suatu ketaatan kritis yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolak ukur kebenaran
dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan
rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan
dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar
kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara
tersebut juga tidak dihiraukan oleh pemimpin tersebut, boleh saja untuk tidak
dipatuhi.
I.Islam
Sebagai Disiplin Ilmu
Islam juga
telah tampil sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut
peratutan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 1985, bahwa yang termasuk
disiplin ilmu keislaman adalah Alquran/Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Ilmu Kalam,
Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fiqih), Sejarah dan Kebudayaan Islam serat
Pendidikan Islam.
Islam
sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek
mistisisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan sebagainya.
BAB
IV
BERBAGAI
PENDEKATAN DI DALAM
MEMAHAMI AGAMA
Dewasa ini
kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampikan dalam
kotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Dalam
memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan,
karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan
oleh penganutnya.
Berbagai
pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis,
sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun
yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti
dengan menggunakan berbagai paradigma.
Untuk lebih
jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
A.
Pendekatan
Teologis Normatif
Pendekatan
teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai
upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak
dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai
yang paling benar dibandingkan dengan lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa
teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama
tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang
tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif, yakni bahasa sebagai
pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk
pemikiran teologis.
Dari
pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman
keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau
simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol
keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan
lainnya sebagai salah.
B.
Pendekatan
Antropologis
Pendekatan
antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan
dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberikan jawabannya.
C.
Pendekatan
Sosiologis
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Soerjono Soekanto
mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri
terhadap persoalan penilaian.
Dari dua
definisi terlihat bahwa sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan tentang
keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala
sosial lainnya yang saling berkaitan.
Selanjutnya,
sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama.
Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru
dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan
dan ilmu sosiologi.
D.
Pendekatan
Filosofis
Secara
harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha manutkan sebab dan akibat serta berusaha manafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahsa Indonesia,
Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala
yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ”adanya” sesuatu.
Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan
Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sitemik,
radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.
Filsafat
mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang
bersifat lahiriah.
E.
Pendekatan
Historis
Sejarah atau
historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut.
Melalui
pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis.
F.
Pendekatan
Kebudayaan
Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat;
dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan
sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana
mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari
unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral,
adat istiadat dan segala kacakapan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Dengan
demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan
mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.
G.
Pendekatan
Psikologi
Psikologi
atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang
yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan
mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang
dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya
dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu
jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati,
dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk
memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya.
Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
BAB V
MISI
AJARAN AGAMA ISLAM
Studi terhadap misi ajaran islam secara
komprehensif dan mendalam adalah sangat di perlukan karena beberapa sebab
sebagai berikut:
Pertama:
Untuk menimbulkan kecintaan manusia terhadap
ajaran agama islam yang didasarkan kepada alasan yang sifat nya bukan hanya
normatif,yakni karena diperintah oleh Allah,dan bukan pula karena emosional
semata mata karena di dukung oleh
argumentasi yang bersifat rasional,kultural.dan aktual.
Kedua:
Untuk membuktikan kepada umat manusia bahwa
islam baik secara normatif maupun secara
kultural dan rasional adalah ajaran yang
dapat membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik,tanpa harus mengganggu
keyakinan agama islam.
Ketiga:
Untuk menghilangkan citra negatif dan sebagian
masyarakat terhadap ajaran islam.Terdapat argumentasi yang dapat digunakan
untuk menyatakan bahwa misi ajaran islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh
alam.
BAB VI
POSISI ISLAM DI ANTARA AGAMA-AGAMA DI DUNIA
Sebelum
Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat
mansuia. Para ahli Ilmu Perbandingan Agama (The Comparative Study Of Religion )
bida membagi agama secara garis besar ke dala dua bagian. Pertama, kelompok
agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-wahyunya sebagaimana termaksud
dalam kitab suci Alquran. Kedua, kelopok agama yang didasarkan pada hasil
renungan mendalam dari tokoh yang membawanya sebagaimana terdokumentasikan
dalam kitab suci yang disusunnya.
Islam adalah agama yang terakhir di antara agama besar di dunia
yang semuanya merupakan kekuatan raksasa yang mengeerakkan revolusi dunia, dan
mengubah nasib sekalian bangsa. Selain itu, Islam bukan saja agama yang
terakhir melainkan agama yang melengkapi segala-galanya dan mencakup sekalian
agama yang datang sebelumnya.
Mengenai
posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya dapat dikemukakan
sebagai berikut :
Pertama,
dapat dari ciri khas agama islam yang paling menonjol yaitu bahwa Islam
menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa seklian agama besar
di dunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh Allah.
Didalam Alquran dijunpai ayat-ayat yang menyuruh umat Islam
mengakui agama-agama yang diturunkan sebelumnya sebaigian dari rukun iman.
Berdasarkan ayat – ayat tersebut terlihat dengan jelas bahwa posisi
Islam di antara agama-agama lainnya dari sudut keyakinan adalah agama yang
menyakini dan mempercayai agama-agama yang dibawa oleh para rasul sebelumnya.
Dengan demikian orang Islam bukah saja beriman keapda Nabi Muhammad SAW.
melainkan beriman kepada semua nabi. menurut ajaran Alquran yang terang
benderang, bahwa semua bangsa telah kedatangan Nabi. tidak ada satu umat,
melainkan seorang juru ingat telah berlalu di kalangan mereka (QS. Faathir,
35:24). Dengan demikian orang Islam adalah orang yang beriman kepada para nabi
dan Kitab Suci dari semua bangsa.
Kedua, posisi Islam di antara agama-agama besar di dunia dapat pula
dilihat dari ciri khas agama Islam yang memberinya kedudukan istimewa diantara
sekalian agama. Selain menjadi agama yang terakhir dan yang meliput semuanya,
Islam adalah pernyataaan kehendak Ilahiyang sempurna.
Ketiga, posisi Islam diantara agama-agama lainya dapat dilihat dari
peran yang dimainkannya. Dalam hubungan ini agama Islam memiliki tugas besar,
yaitu (1), mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara
sekalian agama di dunia dan (2), menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam
agama yang telah ada sebelumnya (3), memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
diperbuat oleh para penganur agama sebelumnya yang kemudian dimasukkan ke dalam
agamanya itu, (4), mengerjakan kebenaran abadi yang sebelumnya tak pernah diajarkan,
berhubung keadaan bangsa atau umat pada waktu itu masih dalam tarap permulaan
dari tingkat perkembangan mereka dan yang terakhir ialah memenuhi segala
kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
Keempat, posisi Islam di antara agama-agama lain dapat pula dilihat
dari adanya unsur pembaruan didalamnya.
Kelima, Posisi agama Islam terhadap agama-agama lainnya dapat
dilihat dari dua sifat yang yang dimiliki oleh ajaran Islam, yaitu akomodatif
dan persuasif.
BAB VII
HUBUNGAN AGAMA ISLAM
DENGAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
A.
Hubungan Agama Dengan Ilmu Pengetahuan Sosial
Semua
orang mungkin sepakat bahwa dalam era globalisasi tersebut, keutuhan manusia
ingin tetap terpelihara dengan baik. dan ilmu pengetahuan sosial diharapkan
menjadi salah satu alterntif yang strategis bagi pengembangan manusia indonesia
seutuhnya.
Hubungan berarti komunikasi,
sangkut paut, sejalan, searah. Agama secara sempit berarti undang-undang atau
hukum. Dalam bahasa Arab berarti menundukkan, patuh menguasai, hutang. Ilmu
pengetahuan secara bahasa yaitu seperangkat ilmu yamg tersusun secara
sistematis, dapat dimanfaatkan semua orang pada tempat yag sama maupun berbeda
dengan hasil yang sama. Khurashid Ahmad berpendapat bahwa pengetahuan adalah
seperangkat pengalaman, yang mengatur, memimpin mengarahkan kearah kebaikan
untuk mendekatkan diri kepada Kholiq.
Ilmu sosial adalah ilmu yang
berhubungan deangan kegiatan sosial kemasyarakatan. Termasuk ilmu sosial adalah
seluruh kegiatan masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas
untuk kegiatan keperluan sesama manusia. Islam telah tampil sebagai agama yang
memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara
hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dan muammalah dalam arti
luas. Keterkaitan agama dengan kemanusiaan menjadi penting, jika dikaitkan
dengan situasi kemanusiaan pada zaman ini.
Karakteristik ajaran islam dapat
dilihat dari ajaran di bidang ilmu sosial. Ajaran Islam dibidang ilmu sosial
termasuk paling menonjol, karena seluruh bidang ajaran Islam pada akhirnya
ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Dalam ilmu Sosial ini, Islam dituntut
untuk menjunjung tinggi sifat tolong menolong, saling menasehati tentang hak
dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa dan
kebersamaan.
Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan islam bukan
ditentukan oleh nenek moyang, kebangsaannya, warna kulit, dan jenis kelamin.
Kualitas dan ketinggian derajat seseorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditujukan
oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia.
Penelitin yang dilakukan
oleh Jalaludin Rahmad terhadap al-Qur'an menyimpulkan empat hal:
1. Dalam Alqur'an dan hadist, proposi terbesar ditujukan
pada urusan sosial.
2. Dalam kenyataan apabila urusan ibadah bersamaan
waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek
atau ditangguhkan.
3. Bahwa ibadah mengandung segi kemasyarakatan diberi
ganjaran lebih besar daripada badah yang bersifat perseorangan.
4. Apabila ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal,
karena melanggar pantangan tertentu, maka Kifaratnya (tebusan) adalah melakukan
sesuatu yang berhubungn dengan masalah sosial.
Islam menilai bila urusan ibadah
dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka
Kifartnya (tebusan) adalah dengan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
urusan sosial. Apabila puasa tidak mampu dilakukan karena sakit dan sulit
diharapkan sembuhnya, maka boleh diganti dengan Fidyah yaitu memberi makan orang
miskin. Sebaliknya, bila orang tidak baik dalam urusan muamalah, urusan
ibadahnya tidak dapat menutupnya. Merampas hak orang lain tidak dapat menghapus
dosanya dengan sholat tahajud. Membunuh orang pada zaman Nabi maka dendanya
ialah memerdekakan budak. Itulah pentingnya ilmu sosial dan sangat erat sekali
dengan agama Islam.
B.
Ilmu Sosial Yang Bernuansa Islami
Ilmu sosial mengalami kemandekan
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, dibutuhkn ilmu sosial yng tidak
berhenti pada menjelaskan fenomena sosial, tetapi dapat memecahkan secara
memuaskan. Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial Profetik: yaitu ilmu
sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga
memberi petujuk kearah mana tranformasi itu dilakukan, yaitu ilmu sosial yang
mampu mengubah fenomena berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Yaitu
yang berdasarkan tiga hal : cita-cita manusia, libersi, dan ketiga
transendensi.
Dengan
ilmu sosial Profetik kita di haruskan mempunyai pandangan bahwa sumber ilmu
bukan hanya berasal dari rasio dan empiri sebagaimana yang dianut dalam
masyarakat barat, tetapi juga dari wahyu. Dengan ilmu sosial yang demikian maka
umat islam akan dapat meluruskan gerak langkah perkembangan ilmu pengetahun
yang terjadi saat ini dan juga meredam berbagai kerusuhan sosial dan tindakan
kriminal. Fenomena kerusuhan tindakan kriminal, bencana kebakaran hutan,
penyimpangan sosial, dan masaalah sosial lainnya bukan masalah yang berdiri
sendiri, semua itu merupakn produk sistem dan pola pikir. Pemecahan terhadp
masalah tersebut salah satu alternatif adalah dengan memberikn nuansa keagamaan
pada ilmu sosial. Yang oleh Kuntowijoyo disebut sebagai ilmu sosial profetik.
C.
Peranan ilmu sosial yang profetik terhadap agama
Islam selalu membuka diri
terhadap seluruh warisan kebudayan sejak beberapa abad yang lalu islam mewarisi
peradaban manusia. Kita tidak membangun dari ruang hampa hal tersebut dapat
dipahami dari kandungan surat al-maidah ayat 3. kata "telah KU- sempurnakan
agama-mu" mengandung arti bukan membangun dari ruang hampa melainkan dari
bahan-bahan yang sudah ada. Hal demikian dapat dilihat dari kenyataan sejarah
semua agama dan peradapan mengalami proses meminjam dan memberi dalam interaksi
mereka satu sama lain sepanjang sejarah. Dalam bidang IPTEK Islam bukanlah
agama yang tertutup. Islam adalah paradigma terbuka sebagai mata rantai
peradaban dunia. Islam mewarisi peradapan yunani dari barat dan peradaban
persia, india, dan cina dari timur. Ketika abad VIII – XV peradaban barat dan
timur tenggelam dan mengalami kemerosotan. Islam bertindak sebagai pewaris
utama kemudian diambil alih oleh barat sekarang. Islam mengembangkan matematika
India, ilmu kedokteran dari Cina, sistem pertahanan Sasanid dan logika Yunani dsb.
BABVIII
METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM
A.
STUDI ISLAM
Dikalangan para ahli masih terdapat perbedaan disekitar
permasalahan apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu
pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilme pengetahuan dan
agama berbeda.
Pada
dataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi
kagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan
analisis, kritis, medodologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks
atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu
ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat
terbatas.
dengan
demikian secara sederhana dapat dekemukakan jawabannya bahwa dilihat dari segi
normatif sebagaimana yang terdapat di dalam Alquran dan hadis, maka Islam lebih
merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya pradigma ilmu
pengetahuan, yaitu pradigma analisistis, kritis, metodologis, historis, dan
empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak romantis, apologis, dan
subjektif. sedangkan jika dilihat dari segi historisnya yakni islam dalam arti
yang dipraktikkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah
kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu,
yakni ilmu keislaman atai Islam Studies
Perbedaan
dalam melihat Islam yag demikian
itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika
islam dilihat dari sudur normatif, Islam merupakan agama yang di dalamnya
berisi ajaran Tuhan dengan urusan akidah dan muamalah sedangkan ketika
Islam dilihat dari sudut historis atau sebagaimana yang tampak dalam Islam
tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
B.
METODE MEMAHAMI ISLAM
Pada bagian ini penulis akan mencoba menelusuri metode memahami
Islam sepanjang yang dapat dijumpai dari berbagai literatur keislaman. Dalam
buku herjudul Tentang Sosiologi Islam, karya Ali Syari'ati, dijumpai uraian
singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari
berbagai dimensi. Dalam hubungan ini, ia mengatakan jika kita meninjau Islam
dari satu sudut pandangan saja, maka yang akan terlihat ha-nya satu dimensi
saja dari gejalanya yang bersegi banyak. Mungkin kita berhasil melihatnya
secara tepat, namun tidak cukup bila kita ingin memahaminya secara keseluruhan.
Buktinya ialah Alquran sendiri. Kitab ini memiliki banyak dimensi; sebagiannya
telah dipelajari oleh sarjana-sarjana besar sepanjang sejarah. Satu dimensi,
misalnya, mengandung aspek-aspek linguistik dan sastra Alquran. Para sarjana
sastra telah mempelajarinya secara terperinci. Dimensi lain terdiri atas
tema-tema filosofis dan keimanan Alquran yang menjadi bahan pemikiran hagi para
filosof serta para teolog hari ini. Dimensi alquran lainnya lagi yang belum
dikenal ialah dimensi manusiawinya, yang mengandung persoalan historis, sosiofogis,
dan psikologis. Dimensi ini belum banyak dikenal, karena sosiologi, psikologi
ilmu-ilmu manusia memang jauh lebih muda dibandingkan ilmu-ilmu alam. Apalagi ilmu sejarah yang merupakan
ilmu termuda di dunia. Namun yang dimaksudkan dengan ilmu sejarah di sini
tidaklah identik dengan data historis ataupun buku-buku sejarah yang tergolong
dalam buku-buku tertua yang pernah ada.
Untuk
memahami islam secara benar ini, Nasruddin Razak mengajukan empat cara. :
Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu Alquran
dan Al-Sunnah Rasulullah. Kekeliruan
memahami Islam, karena orang hanya megenalnya dari sebagian ulama dan
pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Alquran dan Al-Sunnah, atau melalui
pengenalan dari sumber – sumber kitab fiqih dan tasawuf yang semangatnya sudah
tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Mempelajari Islam dengan cara demikian
akan menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme, hidup
penuh bid’ah dan khurafat, yakni telah tercampur dengan hal-hal yang tidak
Islami, dari ajaran Islam yang murni.
Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara
parsial, artinya dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat
tidak secara. sebagian saja. Memahami Islam secara parsial akan membahayakan,
menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.
Ketiga, Islam perlu dipelajar dari kepustakaan yang ditulis oleh para
ulama besar.
Keempat, Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang
ada dalam Alquran, baru kemudia dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris,
dan sosiologis yang ada di masyarakat. Dengan cara demikian dapat diketahui
tingkat kesesuaian atau kesenjangan antara Islam yang berada pada dataran
normatif teologis yang ada dalam Alquran dengan Islam yang ada pada dataran
historis, sosiologis, dan empiris
Memahami
Islam dengan cara keempat sebagaimana disebutkan di atas, akhir-akhir ini
sangat diperlukan dalam upaya menjunjukkan peran sosial dan kemanusiaan dari
ajaran Islam itu sendiri.
Dari
uraian tersebut kita melihat bahwa metode yang dapat digunakan. untuk memahami
Islam secara garis besar ada dua macam. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu
cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama
Islam tersebut dengan agama lainnya, dengar. cara demikian akan dihasilkan
pemahaman Islam yang objektif dan utuh Kedua, metode sintesis, vaitu suatu cara
memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang
rasional, objektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normatif.
Metode ilmiah digunakar. untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan
historis, empiris, dar sosiologis, sedangkan metode teologis normatif digunakan
untuk memaham: Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis
normatif ini seseorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama yang mutlak
benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama berasal dari Tuhan dari apa
yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar Setelah itu
dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan
berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.
Melalui metode teologis normatif yang tergolong tua usianya ini dapat
dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militan pada Islam,
sedangkan dengan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong Muda usianya ini
dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu
dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang
dihadapi manusia.
Komentar
Posting Komentar
silakan meninggalkan komentar anda..!